A. Sejarah DesaGununglarang

Larangan yang harus ditaati :

a). Larangan menyebut kata “munding” (untuk binatang kerbau).    Seharusnya menyebut kebo, dan kalau seseorang menyebut kata munding di daerah tersebut, maka akan terjadi malapetaka yang menimpanya.

b). Larangan menebut kata “bala” (sebutan untuk hutang yang banyak jenis tanamannya), seharusnya menyebut “rembet” (istilah setempat). Seandainya ada orang yang mencoba melakukan atau karena lupa, maka Si Pelaku akan menerima akibatnya yaitu kesasar dalam perjalanan atau tidak segera sampai ke tempat tujuan.

c). Larangan membuat rumah dengan menggunakan “reng” (penyangga genting) dan “genting”. Jika melanggar ketentuan tersebut, maka akan terjadi malapetaka bagi Si Pelakunya.

d). Larangan menggarap lokasi tanah untuk ditanam padi sawah dengan cara “tandur” (menanam dengan cara mundur dan menyebarkan dari persemaian), seharusnya di olah kering dan ditanami huma/menanam dengan tunggal. Andaikata ada yang melakukannya, maka kehidupannya tidak akan pernah bercukupan.

2.   Latar Belakang Socius Cultural

Konon, sekitar abad ke XVIII Masehi, terjadi penyerangan yang dilakukan Kerajaan Sumedang terhadap Kerajaan Cirebon. Saat itu daerah Gununglarang menjadi tempat pesinggah bagi tentara Sumedang, sehingga pada masa tersebut merupakan titik tolak adanya kehidupan bermasyarakat di daerah Gununglarang.

Gununglarang memiliki kaitan yang erat dengan kerajaan Sumedang. Hal ini dapat di lihat dari nama-nama tempat Kerajaan Sumedang, seperti Sumedang Larang (Darmaraja), Darmalarang, dan Lebaklarang yang merupakan pusat-pusat kekuatan kerajaan Sumedang. Selain dari nama tempat, bukit kuat yang menunjukan asal mula masyarakat Gununglarang dari Wilayah Sumadang, adalah dengan adanya kesamaan nama  Eangnya. Konon, Sumedang dipinpin oleh Sultan Sumedang yang bernama Eyang Santri (pangeran Santri) yaitu sekitar tahun 1613. sementara masyarakat Gununglarang mengkalim dirinya sebagai keturunan dari Buyut Gununglarang yang juga bernama Eyang Santri.

Selain adanya keterkaitan nama tempat dan nama Eyang (pembawa keturunan), bukit lain yang tak kalah kuatnya adalah dengan adanya kesamaan budaya dengan wilayah Sumedang. Dengan demikian, dapat disimpulkan  bahwa masyarakat Gununglarang merupakan keturunan dari Kerajaan Sumedang.

Selain Kerajaan Sumedang, pada awal abad ke XVIII Masehi, tentara-tentara dari Kerajaan Mataram telah singgah di daerah Gununglarangdalam upaya pemyerangan terhadap Kerajaan Talaga Manggung. Mereka singgah bersembunyi di daerah Gununglarang. Hal ini terbukti dengan adanya makam-makam Prajurit Mataram seperti Eyang Bagogog dan Eyang Panulisan.

 

 

3.  Terbentuknya Pemerintahan Desa

Pada awal terbentuknya, Gununglarang merupakan wilayah desa Haurgelis. Gunuglarang merupakan daerah kedusunan dengan pusat pemerintahan desanya di Haurgelis. Kemudian pada tahun 1864, Gununglarang memekarkan diri menjadi sebuah desa hingga saat ini. Alasan pemekaran tersebut, karena letak Dusun Gununglarang terlalu jauh dari pusat Desa Haurgelis. Pada awal berdiri, Desa Gununglarang dipinpin oleh Kuwu Purwalaksana (1864-1893).

Berikut daftar Kuwu-kuwu yang telah memerintah Desa Gununglarang:

1). PURWALAKSANA                      1864-1893

2). GUNALAKSANA                         1893-1919

3). H. APANDI                                   1919-1943

4). H. MAKBUL                                 1943-1950

5). REBON (Pejabat Pengganti)          1950-1952

6). MOCH. EDJI                                 1952-1979

7). JAMHARI                                      1979-1984

8). AHYADI (Pejabat Pengganti)         1984-1987

9). E. SUNARTA                                1988-1998

10). M KOKO RUDIANTO               1998-2009

11). SALPUDIN                                  2009-Sekarang

Dalam memudahkan system Pemerintahannya, desa Gununglarang dibagi ke dalam enam kedusunan, yaitu Dusun Gununglarang, Dusun Cisaar, Dusun Cipicung, Dusun Kubangsari, Dusun Madalaksana (Gununglarang lama), dan Dusun Jagahayu. Tiap dusun dikepalai oleh seorang Rurah yang bertanggung jawab terhadap Kepala Desa (Kuwu).

B. Letak Geografis

Desa gununglarang menempati wilayah dengan permukaan tanah yang bergunung-gunung, dengan luas wilayah 1.000 Ha. Yang terdiri dari 400 Ha tanah milik masyarakat dan 600 Ha milik PT. Perhitani Persero (tanah kehutanan). Sekitar 175 Ha tanah milik masyarakat berupa areal persawahan.

Desa Gununglarang termasuk dalam wilayah kecamatan Bantarujeg, Kabupaten Majalengka, Provinsi Jawa Barat. Pusat Pemerintahan desa bertempat di Blok Desa Gununglarang. Adapun batas-batas letak Geografis Desa Gununglarang sebagai berikut :

Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Cengel Kecamatan Maja

Sebalah Timur berbatasan dengan Desa Cikidang Kecamatan Bantarujeg

Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Babakansari Kecamatan Bantarujeg

Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Cimaningtim Kecamatan Cadasngampar (Kabupaten Sumedang)



 Sejarah Desa Cikijing yang berada di Kecamatan Cikijing, Kabupaten Majalengka, memiliki ikatan dengan Kesultanan Cirebon.

Disebutkan, sejarah Desa Cikijing berawal dari kegagalan pasukan Kesultanan Cirebon dalam menyebarkan agama Islam di Kerajaan Talaga.

Akibat kegegalan tersebut, pasukan Kesultanan Cirebon kemudian pulang, di tengah perjalanan menemui rawa-rawa yang menjadi asal usul Desa Cikijing dibentuk.

Rawa tersebut dihuni hewan menyerupai kerang besar yang dalam bahasa Sunda disebut Kijing, dari nama itulah kemudian disematkan menjadi sejarah Desa Cikijing.

Mengutip laman Dokumen.Tips, sejarah Desa Cikijing terjadi pada abad ke 17 Masehi. 

Desa Cikijing sebelum terbentuk, pada mulanya merupakan sebuah hutan kecil yang dilingkari rawa-rawa yang membentang dari sebelah Barat ke Selatan hingga ke sebelah Timur.

Rawa-rawa tersebut merupakan tempat populasi kerang air tawar, yang dalam bahasa Sunda disebut Kijing.

Wilayah tersebut merupakan daerah kekuasaan Kerajaan Talaga Manggung di bawah Kerajaan Galuh. 

Pada waktu itu, Kerajaan Galuh merupakan bawahan Kerajaan Pajajaran yang menganut Agama Hindu.

Pada tahun 1497 M, Syekh Syarif Hidayatullah memproklamirkan berdirinya kerajaan Islam di Jawa Barat tepatnya Kesultanan Cirebon yang terpisah dari Kerajaan Pajajaran.

Sejak saat itulah, Syekh Syarif Hidayatullah gencar menyebarkan Agama Islam khususnya di Jawa Barat.

Namun, di tengah gencarnya menyebarkan agama Islam di Jawa Barat, wilayah Kerajaan Talaga Manggung luput dari perhatiaan Syekh Syarif Hidayatullah.

Sehingga, ketika ajaran Agama Islam sudah menyebar di pulau Jawa, di wilayah Kerajaan Talaga Manggung masih beragama Hindu.

Sampai Syekh Syarif Hidayatullah wafat di tahun 1568, Kerajaan Talaga Manggung masih belum tersentuh ajaran Islam. 

Sekitar tahun 1632, Sedang Kamuning yang bergelar Dipati Carbon I melanjutkan penyebaraan Islam sampai dengan sekitar tahun 1693.

Kemudian penyebaran digantikan oleh Emas Zainul Arifin yang bergelar Ratu Pakungwati I, yang memerintah sampai dengan sekitar tahun 1743.

Hingga sekitar tahun 1744, Sedang Gayam yang bergelar Dipati Carbon II berkuasa.

Kemudian memerintahkan pada abdinya untuk menyebarkan Islam ke wilayah Kerajaan Talaga Manggung tepatnya di daerah Sangiang yang disebutkan rajanya masih memeluk agama Hindu.

Namun pasukan utusan Dipati Carbon II yang mengemban misi mengislamkan wilayah Talaga dan sekitarnya, gagal melaksanakan tugas.

Konon katanya, Raja Talaga Manggung yang menjadi misi pasukan Kesultanan Cirebon agar memeluk agama Islam tiba-tiba menghilang.

Raja Talaga Manggung menghilang, dengan cara masuk ke dalam tanah lalu menjadi sebuah telaga.

Kemudian semua prajurit Raja Talaga Manggung, tenggelam ke dalam telaga tersebut, dan berubah menjadi lele putih.

Hilangnya raja yang masuk ke dalam tanah dan berubah menjadi telaga, dalam bahasa Sunda disebut 'leugit' atau 'ngahiang'.

Sedangkan telaga yang terbentuk dari jelmaan raja tersebut, dalam bahasa Sunda disebut 'situ'.

Hingga akhirnya, telaga tersebut terkenal dengan sebutan Situ Sangiang.

Gagal melaksanakan misi, Dipati Carbon II kemudian berniat kembali ke Kesultanan Cirebon. 

Namun dalam perjalanan pulang, melewati sebuah hutan kecil yang dilingkari rawa-rawa yang banyak dihuni oleh kerang putih yang disebut Kijing itu.

Kemudian, salah seorang utusan yang bernama KH Abdul Fatah yang bergelar Eyang Nalagati, memutuskan untuk bermukim di daerah tersebut.

KH Abdul Fatah kemudian tinggal dan bermukim di wilayah tersebut, kemudian memberi nama 'Cikijing'.

Cikijing diambil dari gabungan dua nama yang berawal dari kerang (Kijing) yang hidup di air rawa (Cai).

Selanjutnya Kijing dijadikan lambang Desa Cikijing. Pada awal mula, pemukiman penduduk dimulai di sebelah Selatan dan Timur (sekarang Blok Ahad).

Untuk tetap menyebarkan agama Islam, maka dibangunlah sebuah masjid yang disebut Masjid Kuno.

Sekarang, masjid tersebut bernama Masjid At-Taqwa yang merupakan masjid kuno yang pertama kali dibangun di Desa Cikijing dengan konstruksi dari kayu. 

Namun sekarang, masjid tersebut mengalami perubahan konstruksi, bentuk aslinya sudah hilang.

 

Download IObit Uninstaller Pro Full Version 12.3

Download IObit Uninstaller Pro Full Version 12.3 – Software ini berfungsi untuk melakukan proses uninstal di pc komputer kalian yang berbasis windows. Memiliki tampilan interface yang cukup menarik. Program ini menyajikan tools yang bisa dibilang engga banyak. Tapi setiap tools itu telah dirancang khusus untuk menjalankan tugasnya dengan sangat baik. Sangat mirip dengan software pesaingnya yang terkenal yaitu CCleaner Pro, Aplikasi ini cenderung hanya menmfokuskan persenjataan mereka di fitur uninstall saja. Namun ada juga toolbars dan plugins yang bisa kalian install secara online terpisah. Yaitu untuk membersihkan performa sistem, driver updater, malware protection, disk optimization, start menu manager, dan bahkan ada juga iPhone manager loh.

Kalian bisa menghapus berbagai program yang telah terinstall di windows hingga bersih total. Tidak hanya programnya yang dihapus, tapi registry file, junk, temp semuanya akan terhapus dengan sempurna. Setelah itu ada juga fitur Windows apps. Fitur tersebut berfungsi untuk mengatur segala update dan aplikasi di windows. Jadi kalian bisa menghapus update KB pack yang telah didownload pada auto update. Nah ingin coba apps ini sekarang? Download IObit Uninstaller Pro Full Crack v12.3 terbaru dengan patch.

IObit Uninstaller Pro Full Crack Terbaru

Fitur IOBit Uninstaller PRO 12.3 Terbaru

  • Manage and remove Windows updates
  • One of the best Uninstaller Application for Windows
  • Remove Internet browser plugins and extensions (add ons)
  • Completely and securely remove any software on your windows
  • Advanced options to remove programs
  • Remove stubborn and bundled programs
  • Automatically perform deep cleaning to remove all files of an unwanted program
  • Very easy to use user interface
  • Fast perfomance and maintenance system
  • Uninstall latest Universal Windows Platform Apps on Win 10
  • Uninstall Windows Apps even under non-administrative account
  • Support removing malicious plug-ins
  • Support removing stubborn programs
  • Get rid of bundled programs and plug-ins while uninstall main program

Cara Install IObit Uninstaller Full Version

  1. Uninstall semua versi sebelumnya
  2. Download IObit Uninstaller Pro dengan Crack-nya
  3. Extract dengan Winrar v6.1 terbaru
  4. Matikan Antivirus dan Windows Defender jika diperlukan
  5. Jalankan Setup.exe untuk memulai proses installasi
  6. Setelah selesai, copy crack ke tempat aplikasi terinstall
  7. Alternatif Download :  Revo Uninstaller Full Version

Download IObit Uninstaller Pro Full Version 12.3

Link Download:

File Size : 35 MB | Password : www.yasir252.com

Sejarah Nama Bantarujeg - Majalengka

 Pertama adanya nama desa Bantarujeg dari cerita orang tua jaman dulu kira kira pada tahun 600 masehi, Kerajaan Mataram dijajah oleh Bangsa Belanda.

Penjajahan Belanda akibatnya banyak masyarakat kehidupan tidak menentu dikarenakan penindasan jaman penjajahan Belanda, seenaknya ke bangsa pribumi.

Banyak masyarakat yang meninggal sama bangsa penjajah Belanda pada waktu itu.

“Jadi masyarakat tidak bisa melangsungkan hidupnya sedikitnya banyak masyarakat juga berkeinginan untuk pindah ke daerah yang dirasakan cukup aman yang bernama desa Bantarujeg,” kata TPP PKK Dini Maharani dikutip Kanal YouTube beeter chanel Jumat 14 Oktober.

Menurut dia, berdasarkan cerita di sebelah Utara Mataram ada nama daerah yaitu Ranca Tutut dimana wilayah tersebut mempunyai rawa yang sangat luas.

Di daerah itu masyarakat mencari kehidupan yang bisa mempertahankan hidupnya, dan pada zaman dulu peradaban masyarakat memang tidak tentu.

Ia menjelaskan, tiba-tiba datang salah seorang saudara yang bernama buana yang mempunyai 4 orang istri, dan mempunyai jiwa kepemimpinan serta punya wibawa.

Buana selain dia orang kaya hidupnya bergelimang harta dan dipercaya oleh masyarakat sebagai pemimpin di daerah Ranca Tutut.

Melihat keadaan di wilayah Ranca Tutut ternyata, kurang begitu prospek kedepanya akhirnya Buana mencari tempat lain untuk bisa bercocok tanam yaitu disisi Lebak Cilutung.

Lebak Cilutung, ditunjang dengan suasana alam sama wilayah yang bagus dan bisa menjadikan peradaban masyarakat yang baru.

Masyarakat tersebut diajarkan bagaimana tata cara menangkap ikan yang bagus di lebak Cilutung dinamakan babantar.

Tahun 1702 masehi Buana meninggal serta meninggalkan adat istiadat yang berada di desa Cilutung.

Dikarenakan masyarakat kehidupan bagus, akhirnya seiring dengan waktu banyak warga yang datang dari luar diantaranya Buyut Cakrabuana, Andaikasih dan Siman.

Ketiga buyut itu mempunyai maksud dan tujuan yaitu menyebarkan agama Islam di daerah Indihiang.

Pada akhirnya masyarakat sekitar bisa mengerti dan paham yang diajarkan oleh agama Islam itu.

Waktu, musim penghujan datang kejadian hujan sangat besar pada akhirnya air dari lebak datang begitu cepat dan ada suatu keanehan yang terjadi air yang begitu banyak tiba-tiba menjadi surut seketika.

Air surut tersebut tampak terlihat ada ikan lele yang begitu besar tidak lama kemudian, ikan lele tersebut mendadak hilang seketika.

Hilangnya ikan lele ada keanehan yang tidak masuk diakal, maka ikan lele itu diberikan nama rujeg. makanya kampoeng tersebut dinamakan Batarujeg.

Sampai sekarang Batarujeg di pakai untuk nama desa dan kecamatan yang ada di wilayah Kabupaten Majalengka.



Sejarah Desa Haurgeulis Kec. Bantarujeg, Kab. Majalengka

Pada zaman dahulu Desa Sejahtera berupa hutan. Suatu ketika datang seorang yang sakti dan bijaksana yang bernama Aki Midun yang berasal dari gunung Kanci. Beliau adalah  salah seorang cucu dari Aki Winarita. Aki Midun datang ke Lebak Tanjung karena adanya suatu peristiwa yaitu pada waktu mudanya beliau suka merantau dan mengembara maupun bertapa serta berguru untuk mendapatkan ilmu dan kesaktian bahkan setelah menikahpun beliau masih suka melakukan kesenangan merantau meninggalkan seorang istri. Suatu ketika Aki Midun pulang dari merantau mendapatkan istrinya sudah menikah lagi, karena kecewa beliau meninggalkan kampungnya menuju ke arah timur menyebrangi sungai Cisaca sampai ke Kebon Waru, di kampung tersebut beliau bertemu seorang tokoh yang masih saudara yang kemudian memberi petunjuk agar menetap di sebelah selatan Kebon Waru di sebuah bukit berbatu padas putih.
Suatu hari datang seorang tamu bernama Kartanagara meminta perlindungan kepada Aki Midun dan diperbolehkan menetap di wilayah Kebon Waru. Kartanagara adalah seorang pelarian yang dicari oleh Belanda. Karena kesaktian Aki Midun, wajah Kartanagara diusap langsung berubah wajahnya, kemudian diganti namanya menjadi Panji Sakti dan menetap di Kebon Waru. Suatu ketika datang tentara Belanda ke Aki Midun mencari pelarian yang bernama Kartanagara. Kemudian komandan tentara Belanda dipertemukan dengan kartanagara, “Apakah orang ini yang dicari oleh Belanda?” karena wajahnya sudah berubah, komandan tentara Belanda tidak mengenal lagi wajah Kartanegara, kemudian menjawab “Bukan orang ini yang dicari”.

Sepeninggal tentara Belanda, Panji Sakti (Kartanagara) mengucapkan terima kasih kepada Aki Midun dengan memberi ayam jago bernama si Jagur, ayam tersebut setiap diadu pasti menang sehingga sangat terkenal, dikemudian hari kampung kebon Waru berubah menjadi Desa dengan nama Desa Jagur. Setelah orde Baru kemudian diganti menjadi Desa Sejahtera.

Pada waktu penjajahan, Desa Haurgeulis termasuk daerah distrik Talaga yang diperintah oleh seorang Tumenggung. Dan Desa Haurgeulis masih meliputi Desa Cikidang, Gunung Larang, Sukamenak, yang kemudian tahun 1842 berdiri menjadi empat Desa. Semenjak itu Desa Haurgeulis termasuk wilayah Kecamatan Bantarujeg, Kawedanan Talaga. Dari berdirinya Desa Haurgeulis tidak mengalami perubahan apa-apa, keadaan aman tenteram berkat keaktifan para pemimpin dan tokoh masyarakatnya.

Peristiwa yang menyedihkan terjadi sejak penjajahan Jepang di negara kita. Keadaan masyarakat pada waktu itu sangat menderita kekurangan sandang dan pangan. Pada tahun 1947 – 1960 Desa Haurgeulis mengalami kehancuran atas tindakan gerombolan DI/TII, banyak sekali yang rumah dibakar habis dan kekayaan desa di garong. Bahkan terjadi empat orang di bunuh diantaranya seorang kepala desa yang bernama Juhri.

Setelah aman dari gangguan DI/TII dengan kesadaran dan keinsyafan diri telah membangun kembali desanya, bahu membahu antara rakyat dan pemimpinnya melaksanakan pembangunan tahap demi tahap

Asal mula berdirinya Desa Haurgeulis, pada awalnya terdiri dari Tiga daerah yaitu Bunigeulis, Gunung Larang, dan Cikidang. Asal mula nama Desa Haurgeulis pada jaman Kerajaan Talaga manggung diambil  dari kata Buni dan Geulis, artinya daerah yang terpencil tetapi sangat disukai oleh penduduk karena iklim dan panorama alam yang  indah, dan pada jaman itu ada suatu lokasi/tempat yang dinamakan Bunigeulis dan dikaitkan dengan salah satu lokasi yang banyak rumpun bambu yang sangat aneh, karena tidak memiliki pelepah bambu (Solokop). Akhirnya sesepuh pada zaman itu mempunyai rempugan kata Bunigeulis  dikaitkan dengan keanehan bambu tersebut.

Nama Bunigeulis diubah menjadi Haurgeulis. Haur berarti bambu, sedangkan geulis berarti cantik. Jadi, nama Haurgeulis mempunyai arti Bambu Cantik atau Pring Ayu dalam bahasa Jawa. Hali ini konon dikarenakan wilayah kecamatan ini pada masa lampau banyak ditumbuhi oleh tumbuhan-tumbuhan bambu yang mempunyai bentuk unik dan mempunyai manfaat yang besar bagi masyarakat sekitar.

Dari berbagai sumber.



SYAIKH ABDUL MUHYI DAN SEJARAH GOA SAFARWADI
Pada saat berusia 19 tahun beliau pergi ke Aceh/ Kuala untuk berguru kepada Syeikh Abdul Rouf bin Abdul Jabar selama 8 tahun yaitu dari tahun 1090 -1098 H/1669 -1677 M. Pada usia 27 tahun beliau beserta teman sepondok dibawa oleh gurunya ke Baghdad untuk berziarah ke makam Syeikh Abdul Qodir Al-Jailani dan bermukim di sana selama dua tahun. Setelah itu mereka diajak oleh Syeikh Abdul Rauf ke Makkah untuk menunaikan Ibadah Haji.

Ketika sampai di Baitullah, Syeikh Abdul Rauf mendapat ilham kalau diantara santrinya akan ada yang mendapat pangkat kewalian. Dalam ilham itu dinyatakan, apabila sudah tampak tanda-tanda maka Syeikh Abdul Rauf harus menyuruh santrinya pulang dan mencari gua di Jawa bagian barat untuk bermukim di sana.
Suatu saat sekitar waktu ashar di Masjidil Haram tiba-tiba ada cahaya yang langsung menuju Syeikh Abdul Muhyi dan hal itu diketahui oleh gurunya (Syeikh Abdur Rauf) sebagai tanda-tanda tersebut. Setelah kejadian itu, Syeikh Abdur Rauf membawa mereka pulang ke Kuala/ Aceh tahun 1677 M. Sesampainya di Kuala, Syeikh Abdul Muhyi disuruh pulang ke Gresik untuk minta restu dari kedua orang tua karena telah diberi tugas oleh gurunya untuk mencari gua dan harus menetap di sana. Sebelum berangkat mencari gua, Syeikh Abdul Muhyi dinikahkan oleh orang tuanya dengan “Ayu Bakta” putri dari Sembah Dalem Sacaparana.
Tak lama setelah pernikahan, beliau bersama istrinya berangkat ke arah barat dan sampailah di daerah yang bernama Darma Kuningan. Atas permintaan penduduk setempat Syeikh Abdul Muhyi menetap di Darmo Kuningan selama 7 tahun (1678-1685 M). Kabar tentang menetapnya Syeikh Abdul Muhyi di Darmo Kuningan terdengar oleh orang tuanya, maka mereka menyusul dan ikut menetap di sana.
PERJALANAN MENCARI GOA PAMIJAHAN
Disamping untuk membina penduduk, beliau juga berusaha untuk mencari gua yang diperintahkan oleh gurunya, dengan mercoba beberapa kali menanam padi, ternyata gagal karena hasilnya melimpah. Sedang harapan beliau sesuai isyarat tentang keberadaan gua yang di berikan oleh syeikh Abdur Rauf adalah apabila di tempat itu ditanam padi maka hasilnya tetap sebenih artinya tidak menambah penghasilan maka di sanalah gua itu berada. Karena tidak menemukan gua yang dicari akhirnya Syeikh Abdul Muhyi bersama keluarga berpamitan kepada penduduk desa untuk melanjutkan perjalanan mencari gua.
Setelah menempuh perjalanan yang cukup panjang, sampailah di daerah Pamengpeuk (Garut Selatan). Di sini beliau bermukim selama 1 tahun (1685-1686 M), untuk menyebarkan agama Islam secara hati-hati mengingat penduduk setempat waktu itu masih beragama Hindu. Setahun kemudian ayahanda (Sembah LebeWarta Kusumah) meninggal dan dimakamkan di kampung Dukuh di tepi Kali Cikaengan.
Beberapa hari seusai pemakaman ayahandanya, beliau melanjutkan perjalan mencari gua dan sempat bermukim di Batu Wangi. Perjalanan dilanjutkan dari Batu Wangi hingga sampai di Lebaksiu dan bermukim di sana selama 4 tahun (1686-1690 M).
Walaupun di Lebaksiu tidak menemukan gua yang di cari, beliau tidak putus asa dan melangkahkan kakinya ke sebelah timur dari Lebaksiu yaitu di atas gunung kampung Cilumbu. Akhirnya beliau turun ke lembah sambil bertafakur melihat indahnya pemandangan sambil mencoba menanam padi.
Bila senja tiba, beliau kembali ke Lebaksiu menjumpai keluarganya, karena jarak dari tempat ini tidak begitu jauh, +.6 km. Suasana di pegunungan tersebut sering membawa perasaan tenang, maka gunung tersebut diberi nama “ Gunung Mujarod' yang berarti gunung untuk menenangkan hati.
Pada suatu hari, Syeikh Abdul Muhyi melihat padi yang ditanam telah menguning dan waktunya untuk dipetik. Saat dipetik terpancarlah sinar cahaya kewalian dan terlihatlah kekuasaan Allah. Padi yang telah dipanen tadi ternyata hasilnya tidak lebih dan tidak kurang, hanya mendapat sebanyak benih yang ditanam. Ini sebagai tanda bahwa perjuangan mencari gua sudah dekat. Untuk meyakinkan adanya gua di dalamnya maka di tempat itu ditanam padi lagi, sambil berdo'a kepada Allah, semoga goa yang dicari segera ditemukan. Maka dengan kekuasan Allah, padi yang ditanam tadi segera tumbuh dan waktu itu juga berbuah dan menguning, lalu dipetik dan hasilnya ternyata sama, sebagaimana hasil panen yang pertama. Disanalah beliau yakin bahwa di dalam gunung itu adanya goa.
Sewaktu Syeikh Abdul Muhyi berjalan ke arah timur, terdengarlah suara air terjun dan kicaun burung yang keluar dari dalam lubang. Dilihatnya lubang besar itu, di mana keadaannya sama dengan gua yang digambarkan oleh gurunya. Seketika kedua tangannya diangkat, memuji kebesaran Allah. Telah ditemukan gua bersejarah, dimana ditempat ini dahulu Syeikh Abdul Qodir Al Jailani menerima ijazah ilmu agama dari gurunya yang bernama Imam Sanusi.
Goa yang sekarang di kenal dengan nama Goa Pamijahan adalah warisan dari Syeikh Abdul Qodir Al Jailani yang hidup kurang lebih 200 tahun sebelum Syeikh Abdul Muhyi. Gua ini terletak diantara kaki Gunung Mujarod. Sejak goa ditemukan Syeikh Abdul Muhyi bersama keluarga beserta santri-santrinya bermukim disana. Disamping mendidik santrinya dengan ilmu agama, beliau juga menempuh jalan tharekat.
Menurut pendapat yang masyhur sampainya Syeikh Abdul Muhyi ke derajat kewalian melalui thoriqoh mu’tabaroh Satariyah, yang silsilah keguruan/ kemursyidannya sampai kepada Rasulullah Saw.
Berikut silsilahnya:
Rasululah Saw, Ali Bin Abi Tholib, Sayyidina Hasan, Sayyidina Zainal Abidin, Imam Muhammad Bakir, Imam Ja’far Shodiq, Sultan Arifin, Yazidiz Sulthon, Syeikh Muhammad Maghribi, Syeikh Arabi Yazidil Asyiq, Sayyid Muhammmad Arif, Syeikh Abdulah Satari, Syeikh Hidayatullah Syarmad, Syeikh Haji Hudori, Sayyid Muhammmad Ghoizi, Sayyid Wajhudin, Sayyid Sifatullah, Sayyidina Abdi Muwhib Abdulah Ahmad, Syeikh Ahmad Bin Muhammmad (Ahmad Qosos), Syeikh Abdul Rouf, Syeikh Haji Abdul Muhyi.
Sekian lama mendidik santrinya di dalam goa, maka tibalah saatnya untuk menyebarkan agama Islam di perkampungan penduduk. Di dalam perjalanan, sampailah di salah satu perkampungan yang terletak di kaki gunung, bernama kampung Bojong. Selama bermukim di Bojong dianugerahi beberapa putra dari istrinya, Ayu Bakta. Diantara putra beliau adalah Dalem Bojong, Dalem Abdullah, Media Kusumah, Pakih Ibrahim.
Beberapa lama setelah menetap di Bojong, atas petunjuk dari Allah, Syeikh Abdul Muhyi beserta santri-santrinya pindah ke daerah “Safarwadi". Di sini beliau membangun Masjid dan rumah sebagai tempat tinggal sampai akhir hayatnya. Sedang para santri menyebar dengan tugasnya masing-masing yaitu menyebarkan agama Islam, seperti Sembah Khotib Muwahid yang makamnya di Panyalahan, Eyang Abdul Qohar bermukim di Pandawa sedang Sembah Dalem Sacaparana (Mertua Syeikh Abdul Muhyi) tetap di Bojong sampai akhir hayatnya yang kini makamnya terkenal dengan nama Bengkok.
Makam ini banyak diziarahi oleh kaum muslimin. Masih banyak lagi santrinya yang tersebar hingga pelosok- pelosok kampung di sekitar Jawa Barat untuk menyebarkan agama Islam.
Dalam menyebarkan agama Islam Syeikh Abdul Muhyi mengunakan metode Tharekat Nabawiah yaitu dengan akhlak yang luhur disertai tauladan yang baik. Salah satu contoh metode dalam mengislamkan seseorang adalah sewaktu beliau melihat seseorang yang sedang memancing ikan. Namun orang itu kelihatan sedih karena tidak mendapat seekor ikanpun. Lalu dihampirinya dan disapa, "Bolehkah saya meminjam kailnya?" Orang itu memperbolehkannya. Syeikh Abdul Muhyi mulai memancing sambil berdo'a, "Bismillaah hirroh maa nir roohiim, Asyhadu Allaa ilaaha illallaah, Wa asy hadu anna Muhammaddur Rasulullah."
Setiap kail dilemparkan ke dalam air, ikan selalu menangkapnya. Tidak lama kemudian ikan yang didapat sangat banyak sekali sampai membuat orang tersebut keheranan dan bertanya, "Apa do’a yang dibaca untuk memancing? Beliau menjawab, "Basmalah dan Syahadat". Akhirnya orang tersebut tertarik dengan do’a itu dan masuk Islam.
Disamping ahli dalam llmu agama Syeikh Abdul Muhyi juga ahli dalam ilmu kedokteran, ilmu hisab, ilmu pertanian dan juga ahli seni baca AIQur’an. Maka pada saat itu banyak para wali yang datang ke Pamijaian untuk berdialog masalah agama seperti waliyullah dari
Banten Syeikh Maulana Mansyur, putra Sultan Abdul Patah Tirtayasa keturunan Sultan Hasanuddin bin Sultan G. Jatijuga Syeikh Ja’far Shodiq yang makamnya di Cibiuk, Limbangan- Garut.
DILARANG MEROKOK
Pada suatu hari Syeikh Abdul Muhyi dan Maulana Mansyur berada di Makkah dan hendak pulang ke Jawa. Mereka berdua berunding, barangsiapa yang sampai dulu di Jawa hendaklah menunggu di tempat yang telah disepakati.
Syeikh Maulana Mansyur berjalan diatas bumi dan Syeikh Abdul Muhyi berjalan di bawah bumi. Masing- masing menggunakan kesaktiannya.
Ketika Syeikh Abdul Muhyi berjalan di bawah laut tiba-tiba beliau kedinginan lalu berhenti. Sewaktu hendak menyalakan api untuk merokok tiba-tiba sekelilingnya menjadi gelap dikelilingi kabut dan kabut itu semakin tebal. Maka beliau teringat bahwa merokok itu perbuatan makruh dan dirinya merasa berdosa.
Akhirnya beliau segera bertaubat minta Ampunan dari Allah, seketika itu kabut hilang dan perjalananpun dilanjutkan. Dan mulai saat itu Syeikh Abdul Muhyi meninggalkan rokok, bahkan bisa dikatakan mengharamkan rokok untuk dirinya sedang untuk keluarga dan pengikutnya dilarang merokok bila berdekatan dengannya. Karena itu sampai saat ini di daerah Pamijahan dilarang merokok kecuali di tempat yang telah ditentukan.
Pada suatu hari beliau jatuh sakit. Ketika malaikat maut datang menjemput Syeikh Abdul Muhyi berpesan kepada istri dan putra- putrinya, "Wahai anak dan istri ku yang tersayang, hendaklah kamu sekalian bertaqwa kepada Allah, berbaktiiah kepada orang tua yang telah melahirkan dan membesarkanmu, hormati dan mulyakanlah tamumu, bicaralah dengan benar, senangkanlah orang /ain, sekalipun kamu tidak dapat menyenangkan orang janganlah berbuat yang menyusahkannya, kasihanilah orang kecil, hormatilah orang yang besar dan hargailah sesamamu. Hiduplah di dunia ini seakan mau melintasi jurang yang penuh dengan duri."
Pada hari senin tanggai 8 Jumadil Awai tahun 1151 H/ 1730 M ba'dal sholat shubuh, belau pergi untuk selamanya menghadap Allah swt. dalam usia 80 tahun. Jenazah ulama besar ini dimakamkam di Pamijahan. Hingga saat ini banyak orang berduyun-duyun berziarah ke makamnya sambil membacakan do'a sebagai wujud kecintaan terhadap Syeikh Abdul Muhyi, seorang waliyullah yang telah berjuang menyebarkan agama Islam di tanah air dan Jawa Barat pada khususnya.
Sekian Sejarah Goa Safarwadi atau yang lebih di kenal dengan Goa Pamijahan Peninggalan Syeikh Abdul Muhyi.
Mudah-mudahan bermanfaat salam
Semua tanggapan: